Penghapus Ajaib

Posted on July 26, 2012

6


 

Pada dasarnya manusia diciptakan tanpa mengenal kata “tidak”. Kita terkadang sukar menerima kata “tidak” sebagai tanda penolakan dari orang lain terhadap diri kita. Namun, yang akan kita bahas di sini adalah bagaimana menanggapi kata “tidak” tanpa menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Sesungguhnya, teorinya sangat sederhana, yakni menggunakan kata “tapi” akh-alih kata “tidak”.

Secara bawah sadar, kata “tapi” dapat digunakan untuk menghapus pernyataan yang muncul di depannya. Misalnya:

• “Senang sekali bila saya bisa berlama-lama di tempatmu, tapi saya harus kembali sekarang karena saya ada janji yang lain.

• “Masukan dari Anda tentang hal tersebut sangat baik, tapi saya akan mencoba apa yang sudah saya jalankan dulu.”

Seperti yang bisa Anda lihat, kata “tapi” di sini menghapus pernyataan yang ada di depannya sehingga kata atau pesan itu berganti makna. Hal ini sangat berguna saat kita mengajukan penolakan kepada orang lain. Dengan metode ini, kita tidak secara terus-terang menolak orang tersebut. Sebaliknya, kita seolah menyetujui gagasan atau tawarannya, meski setelah itu kita memberi penyangkalan. Hasilnya, orang yang kita ajak bicara tidak merasakan penolakan dari pihak kita, melainkan pilihan yang masuk akal.

Bila dirumuskan metode ini adalah sebagai berikut:

1. Katakan apa yang ingin didengar oleh lawan bicara Anda.

2. Sertakan kata “tapi”.

3. Sampaikan apa yang Anda ingin agar orang tersebut dengarkan.

Jadi, apabila Anda ditanyai sesuatu hal yang sebenarnya tidak Anda setujui, seperti “Maukah kamu pergi makan sore ini?”, Anda dapat menjawab dengan “Mau (berikan apa yang  diinginkan pihak penanya), tapi (sertakan kata ini) saya sangat sibuk di kantor hingga malam nanti.”

Seperti yang Anda lihat, contoh di atas adalah contohpenggunaan kata “tapi” yang tepat guna menolak gagasan seseorang tanpa ia merasa tertolak. Metode ini juga sangat berguna untuk menghadapi pertanyaan menantang yang biasanya dilontarkan untuk memancing reaksi kita. Misalnya saja, sebagai seorang mentalist (sulap dengan aliran mental), saya(Deddy Corbuzier) kerap kali mendapatkan pertanyaan yang sifatnya menantang. Pernah sekali (Deddy corbuzier) waktu saya ditanya, “Coba kalau kamu memang hebat, cari di mana Tommy Soeharto bersembunyi!” (Hal ini dilontarkan pada waktu Tommy Soeharto masih menjadi buronan). Jujur saja, saya tidak bisa melakukannya. Akan tetapi, jika saya menjawab tidak bisa, hal itu akan membuat saya merasa tidak nyaman karena terlindas oleh tantangannya. (Walaupun hal itu ditanyakan sebagai sebuah gurauan saja.) Maka, saya menjawab dengan metode di atas. Saya berkata, “Oh, jelas bisa. Tapi, harganya akan sangat mahal!”

Di sini saya menanggapi gurauan yang bersifat menantang dengan gurauan, di mana kedua belah pihak dimenangkan. Pernah juga sekali waktu saya ditantang, “Ayo, kalau kamu memang hebat, coba terbang seperti Superman!” Saya hanya menjawab, “Oh, bisa sekali, tapi saya sering mabuk udara! Jadi, lain kali saja ya!” Dengan jawaban-jawaban seperti ini, saya(deddy) secara langsung mengakhiri percakapan yang dipicu oleh orang tersebut dengan gurauan yang dari pihak saya. Tapi, ingat bahwa secara bawah sadar saya tidak pernah menjawab “tidak” kepada tantangan mereka. Secara bawah sadar saya memberikan masukan bahwa sesungguhnya saya bisa!

Cobalah dalam pembicaraan sehari-hari Anda dan rasakan perbedaan perdebatan yang muncul dibandingkan ketika Anda berkata “tidak”!

source: Deddy Corbuzier dalam bukunya: Mantra, dengan perubahan seperlunya. Pembaca bisa juga membaca artikel(dalam serial mengendalikan fikiran)yang di sadur dari buku tersebut di sini:

Kalo anda menyukai artikel ini, share atau beri tanda “like” di bawah…